IMF dan Eksploitasi Global
IMF DAN EKSPLOITASI GLOBAL
By Heri Alfian
Fungsi International Monetary Fund (IMF) dan World Bank (WB) dalam membantu negara-negara berkembang terkadang membingungkan karena peran kedua institusi tersebut yang seringkali overlapping. Namun secara mendasar terdapat perbedaan fungsi di antara keduanya yaitu : IMF sebagai Monetary Institution berfungsi untuk menstabilisasi sistem moneter dan menyediakan pendanaan (financing) bagi negara-negara yang mengalami temporary balance of payments deficit dan sifat loan-nya adalah short-term dimana repayment time-nya antara 3-5 tahun dan kadang-kadang sampai 10 tahun. Sementara WB sebagai Development Institution berfungsi untuk mendorong pembangunan ekonomi dan menyediakan pendanaan (financing) pembangunan ekonomi, dan sifat loan-nya adalah long term dimana repayment time-nya antara 15-20 tahun dan kadang-kadang sampai 40 tahun.
Dalam pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut, sejak tahun 1980-an IMF dan WB menetapkan persyaratan-persyaratan tertentu“seal approval” terhadap negara-negara yang ingin mendapatkan loan dari IMF dan WB. Kebijakan tersebut dikenal dengan adjusment lending policy yang dibedakan menjadi sectoral adjusment policy dan structural adjusment policy (SAPs). Adjusment policy pada dasarnya bentuk atau perwujudan dari penerapan konsep “neoliberalism”. Faktanya adalah kedua kebijakan tersebut sama-sama mendukung reformasi sektoral dan institusional, menyediakan balance of payments, mendorong perubahan dan pengesahan institusional. Perbedaannya terletak pada cakupan kebijakan dan reformasi institusional yang diinginkan. Umumnya structural adjusment policy adalah instrumen yang digunakan oleh IMF dan WB untuk memberikan pinjaman kepada negara-negara yang membutuhkan bantuan. Structural adjusment IMF dan WB pada dasarnya tidak memiliki perbedaan yang signifikan.
IMF dan WB merupakan institusi keuangan dan pembangunan yang paling kuat di dunia saat ini. Dengan cakupan wilayah operasional mencapai 175 negara maka hampir seluruh negara di dunia merasakan dampak bantuan dana dari kedua organisasi tersebut. Keberhasilan IMF dan WB dapat dilihat dari munculnya negara-negara Eropa Barat saat ini yang menjadi kekuatan ekonomi dunia. Kedua institusi tersebut berhasil membangkitkan negara-negara Eropa Barat dari kehancuran ekonomi setelah Perang Dunia II. Selain itu IMF dan WB berhasil membantu negara-negara berkembang bangkit dari krisis ekonomi seperti Korea Selatan,Taiwan, Singapura. Namun keberhasilan IMF dan WB harus dilihat secara kritis terutama peran keduanya dalam mendorong pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang. Karena sudah umum diketahui bahwa bantuan IMF dan WB melalui SAPs-nya membawa dampak sangat buruk bagi negara-negara “pasien” kedua institusi tersebut. Sebaliknya keuntungan yang diperoleh oleh negara-negara maju yang memegang kontrol atas IMF dan WB sangat besar. Seperti terlihat pada tabel berikut:
Structural Adjustment: How the IMF/World Bank Exploits the Globe
IMF / World Bank Demands Benefits for the Rich Impacts on the
Poor
Cut Social Spending:
Reduce expenditures on health and education. [IMF claims it is now making sure such spending goes up, but often it's to put in place systems to collect fees.] * More debts repaid. * Increased school fees force parents to pull children -usually girls-from school. Literacy rates go down.
* Poorly-educated generation not equipped for skilled jobs.
* Higher fees for medical service mean less treatment, more suffering, needless deaths.
Shrink Government:
Reduce budget expense by trimming payroll and programs. * Fewer government employees means less capacity to monitor businesses' adherence to labor, environmental, and financial rules.
* Frees up cash for debt service. * Massive layoffs in countries where government is the largest employer.
* Makes people desperate to work at any wage.
Increase Interest Rates: to combat inflation, increase interest charged for credit and awarded to savings. * Investors find country a profitable place to park cash, though they may pull it out at any moment. * Small farmers and businesses can't get capital to stay afloat.
* Small farmers sell land, work as tenants or move to worse lands.
* Businesses shut down, leaving workers unemployed.
Eliminate Regulations on Foreign Ownership of Resources and Businesses. * Multinational corporations can purchase or start enterprises easily.
* Countries compete for foreign investment by offering tax breaks, Low wages, free trade zones.
* Once in the country, corporations can turn to WTO for enforcement of "rights". * Control of entire sectors of economy can shift to foreign hands. o Governments offer implicit pledges not to enforce labor and environmental laws.
Eliminate Tariffs:
Stop collecting taxes on imports; these taxes are often applied to goods which would compete with domestically-produced goods. * Allows foreign goods easy access to domestic markets. * Makes it harder for domestic producers to compete against better-equipped and richer foreign suppliers.
* Leads to closure of businesses and Layoffs.
Cut Subsidies for Basic Goods:
Reduce government expenditures supporting basic necessities, food, etc. * Frees up more money for debt payments. * Raises cost of items needed to survive.
* Most frequent flashpoint for civil unrest.
Re-orient Economies from Subsistence to Export:
Give incentives for farmers to produce cash crops (coffee, cotton, etc.) for foreign markets rather than food for domestic ones; encourage manufacturing to focus on simple assembly (often clothing) for export rather than manufacturing for own country; encourage extraction of valuable mineral resources. * Produces hard currency to pay off more debts.
* Law of supply and demand pushes down price of commodities as more countries produce more, meaning guaranteed supply of low-cost products to export markets.
* Local competition eliminated for multinational corporations.
* Increased availability of low-cost labor. * Law of supply and demand pushes down price of commodities as more countries produce more, meaning local producers often lose money.
* Best lands devoted to cash crops; poorer land used for food crops, leading to soil erosion.
* Food security threatened
* Women often relegated to gathering all food for family while men work for cash.
* Makes country more dependent on imported food and manufactured goods.
* Forests and mineral resources (oil, copper, etc) overexploited, Leading to environmental destruction and displacement.
Contoh negara yang menerima bantuan IMF dan WB adalah Filipina.
Kehancuran ekonomi Filipina adalah efek dari strategi pembangunan yang disebut debt-dependent development strategy dan kebijakan makroekonomi yang pro kaum kaya “macroeconomic policy that have favored the wealthy”. Beban yang ditanggung Filipina akibat kebiajakan tersebut dapat dilihat dari beban tanggungan tenaga kerja sebesar US$29 milyar dan beban hutang domestik sebesar US$9 milyar. Beban untuk pembayaran hutang luar negeri sebesar US$ 18 milyar sejak 1986 dan jumlah tersebut bertambah 3 milyar pada tahun yang sama.
Filipina meminta bantuan IMF dan WB untuk mengatasi beban ekonomi tersebut. Untuk memberikan bantuan kepada Filipina IMF dan WB memberikan saran agar Filipina menerapkan kebijakan stabilisasi dan adjusment policy yang telah ditetapkan oleh IMF. Kebijakan tersebut dimaksudkan atau didisain untuk meningkatkan pendapatan untuk membayar hutang-hutang Filipina. Bentuk nyata dari kebijakan tersebut adalah mengutamakan pengembangan industri dan agribisnis yang padat modal. Artinya sektor yang padat tenaga kerja (labor intensive) seperti sektor pertanian ditinggalkan. Maka dampak nyata dari kebijakan tersebut adalah tidak terserapnya pengangguran yang mencapai angka 48%, dimana hanya 900.000 tenaga kerja yang terserap setiap tahunnya. Pertumbuhan ekonomi juga menjadi korban dari kebijakan tersebut dimana seiring dengan menurunnya angka inflasi yang mencapai 12%, berkurangnya defisit neraca berjalan, dan stabilnya cadangan Bank Sentral, kebijakan fiskal dan moneter yang ketat menyebabkan resesi ekonomi yang hebat.
Kebijakan stabilisasi yang digariskan oleh IMF adalah mengurangi permintaan domestik untuk tetap menjaga tersedianya dana yang cukup untuk pembayaran hutang luar negeri. Kebijakan itu mencakup pemotongan atau pembatasan pengeluaran pemerintah, menaikkan pajak dan mendorong peningkatan penarikan pajak, dan mengurangi subsidi untuk mencegah masyarakat mengkonsumsi barang-barang murah. Kebijakan tersebut memang berhasil meningkatkan cadangan internasional, mengurangi inflasi dan menurunkan defisit anggaran. Namun dampak yang ditimbulkannya menjadi salah satu penyebab utama krisis Filipina pada pertengahan 1980-an. Kebijakan menekan permintaan domestik telah menyebabkan masyarakat Filipina mengalami penderitaan yang dahsyat. Kebijakan yang berorientasi industri dan agribisnis menyebabkan aktifitas ekonomi pada sektor agrikultur dan non agrikultur menurun drastis setiap tahunnya. Terjadi penurunan sampai 25% antara tahun 1981 sampai 1987. Hal itu menyebabkan meningkatnya pengangguran dan menurunnya jumlah masyarakat yang mendapatkan upah real (real wages), sehingga menyebabkan peningkatan persentase masyarakat yang hidup dalam kemiskinan. Jumlah pengangguran yang sangat tinggi terutama terjadi di daerah pedesaan. Petani miskin yang tidak memiliki lahan berusaha untuk tetap survive dengan cara migrasi ke dataran-dataran tinggi di daerah pinggiran serta ke daerah-daerah laut (coastal). Maka dampaknya adalah terjadinya deforestation, hancurnya daerah-dareah penangkapan ikan, erosi tanah, hancurnya terumbu karang, dan pendangkalan dam dan sistem irigasi. Stabilisasi juga semakin menghambat pertumbuhan ekonomi yang mencapai kurang dari 1% pada tahun 1991.
1 comments:
sebenarnya dalam tulisan ini ada tabel terkait dengan SAPs tapi setelah diposting jadi kacau. Sorry!
Posting Komentar