Resensi Buku:
Privatisasi BUMN Tak Memihak Rakyat
Harian Sindo, Saturday, 16 January 2010
Konsep tentang neoliberal saat ini menjadi sesuatu yang menarik untuk dicermati. Setidaknya ada dua alasan. Pertama, wacana publik tentang neoliberal menjadi komoditas politik yang sedang memanas dan menarik saat ini.
Kedua, konsep neoliberal dalam praktiknya di Indonesia telah dilakukan sejak era Presiden Soeharto hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Apa yang salah dengan neoliberal, menjadi pertanyaan menarik. Tokoh yang terkenal penganjur paham ini adalah Milton Friedman, seorang pemikir yang masih percaya pada kapitalisme klasik yang berpendapat bahwa urusan negara hanya masalah tentara dan polisi, yang melindungi hidup warganya.
Negara tidak boleh mencampuri perekonomian dan menarik pajak dari rakyatnya, karena menurutnya telah terbukti bahwa krisis ekonomi semakin memburuk jika negara berusaha mengatasinya.. Lebih jauh paham Neoliberal percaya bahwa tujuan negara adalah untuk melindungi individu, khususnya dunia usaha (pasar),kebebasan dan hak-hak kepemilikan. Dan privatisasi harus dilakukan.
Privatisasi dimaksudkan untuk mengurangi peran pemerintah atau meningkatkan peranan dari sektor swasta dalam kegiatan atau pun dalam pemilikan harta kekayaan (Savas,1987). Paham ini juga diterapkan secara internasional dalam bentuk implementasi perdagangan dan pasar bebas. Paham neoliberal sangat percaya bahwa mekanisme pasar adalah cara optimal dalam mengorganisir barang dan jasa.
Perdagangan dan pasar bebas membangkitkan potensi-potensi kreatif dan kewiraswastaan dan karena itu menuju ke arah kebebasan individu dan kesejahteraan serta efisiensi dalam alokasi sumber daya. Menurut paham neoliberal ekonomi moneter mendominasi makroekonomi dan intervensi ekonomi negara tidak diharapkan, karena akan mengganggu logika pasar dan mengurangi efisiensi ekonomi.
Paham ini juga mendukung perdagangan bebas secara internasional. Implikasinya, kekayaan dan kekuasaan tidak lagi berada di tangan pemerintah yang dipilih oleh rakyat melainkan pada kelompok-kelompok elite bisnis dan perusahaanperusahaan multinasional. Privatisasi BUMN sebagai bagian dari doktrin neoliberal pada intinya adalah pemindahan pengelolaan dari sektor publik ke sektor swasta.
Gagasan utama di belakang proyek privatisasi adalah kredo private is good,public is bad,sehingga dibutuhkan pendefinisian ulang peran negara dalam pasar. Konsep privatisasi, dalam sejarahnya, menandai awal terjadinya pergeseran pendulum ekonomi dunia dari model liberal kepada bentuk kapitalisme terbaru yaitu model neoliberal. Bersamaan dengan itu agenda globalisasi di bidang ekonomi dan demokratisasi di bidang politik mendapatkan simpati masyarakat dunia.
Ada beberapa alasan yang dikemukakan kaum neoliberal mengenai privatisasi BUMN.Pertama, mengurangi beban keuangan pemerintah. Kedua, meningkatkan efisiensi pengelolaan perusahaan. Ketiga, meningkatkan profesionalitas pengelolaan perusahaan. Keempat, mengurangi campur tangan birokrasi/ pemerintah terhadap pengelolaan perusahaan. Kelima, mendukung pengembangan pasar modal dalam negeri.
Walau demikian, dalam implementasi kebijakan privatisasi BUMN telah mengundang pro dan kontra di kalangan masyarakat. Sebagian masyarakat berpendapat bahwa BUMN adalah aset negara yang harus tetap dipertahankan kepemilikannya oleh pemerintah, walaupun tidak mendatangkan manfaat karena terus merugi. Sementara itu,ada sebagian masyarakat berpikir secara realistis.
Mereka berpendapat bahwa pemerintah tidak perlu sepenuhnya memiliki BUMN, terutama yang tidak mendatangkan keuntungan. Bukti empiris menunjukkan bahwa kebijakan privatisasi di negara sedang berkembang, termasuk di Indonesia lebih merupakan agenda restrukturisasi ekonomi yang dipaksakan oleh IMF dan Bank Dunia.
Gagasan privatisasi yang bersumber di negara-negara maju dicangkokkan mentah-mentah tanpa melihat perbedaan yang ada dalam struktur sosial, ekonomi, maupun politik antara negara berkembang dan negara maju.Sehingga terjadilah penyimpangan yang kemudian menimbulkan banyak kontroversi. Buku ini mengungkap secara komprehensif mengapa privatisasi BUMN mengandung kontroversi.
Kontroversi ini sebagian besarnya menyangkut masalah hilangnya wewenang pemerintah dalam mengontrol pengelolaan perusahaan. Pemerintah tidak lagi memiliki otoritas untuk berpartisipasi menentukan strategi dan sasaran ke depan yang ingin ditempuh perusahaan.Pemerintah juga tidak punya kapasitas untuk intervensi keputusan pengelola swasta yang merugikan atau menimbulkan biaya sosial bagi publik.
Singkatnya, pemerintah tidak memiliki power untuk mengontrol fungsi pelayanan, distribusi, dan keadilan berkonsumsi. Padahal di negara maju sendiri, peran pemerintah tetap dipertahankan lewat kepemilikan golden share. Buku ini sangat bermanfaat bagi siapa saja,terutama bagi mereka yang memiliki komitmen untuk menghasilkan sebuah kebijakan yang tidak merugikan publik.
Buku ini patut diapresiasi karena mengungkap sebuah kebijakan yang tidak lagi berpihak kepada publik dan berorientasi pasar.Bagi decision maker, buku ini dapat menjadi rujukan dalam merumuskan, mengimplementasi, dan mengevaluasi kebijakan di masa mendatang agar lebih mengedepankan prinsipprinsip administrasi.(*)
Heri Alfian,
Dosen Jurusan Hubungan Internasional
FISIP Universitas Jember
0 comments:
Posting Komentar