widget

Selasa, 18 November 2008

KONSTRUKTIVIS

KONSTRUKTIVIS

Logika Representasi AS terhadap Iran
Heri Alfian

Sejak peristiwa penyerangan kegedung World Trade Center (WTC) 11 September 2001, Amerika Serikat (AS) di bawah pemerintahan Presiden Bush menerapkan kebijakan keamanan internasional yang semakin agresif. Setelah menyerang Afganisatan pada tahun 2001 dan Irak pada tahun 2003, kini AS sedang mempersiapkan diri untuk menyerang Iran. Laporan yang diterbitkan oleh The New Yorker mengungkapkan bahwa sebuah kelompok perencana khusus telah dibentuk oleh AS untuk mengembangkan rencana pengeboman terhadap Iran yang bisa diaktifkan dalam 24 jam atas perintah Bush. Lalu, apakah AS akan menyerang Iran?
Logika Representasi AS terhadap Dunia Luar
Agresifitas kebijakan keamanan internasional AS tersebut dilatarbelakangi oleh cara pandang AS terhadap lingkungan internasional (logic of representation) dalam rangka menjaga komunitas politiknya (political community) Berdasarkan cara pandang ini, AS menciptakan gambaran negatif tentang dunia di luarnya. AS membuat perbedaan yang sangat tegas antara komunitas politiknya/ dirinya (the self) dengan komunitas politik di luarnya/ dunia luar (the other). AS menggambarkan dirinya secara positif, sebagai bagian yang penuh kedamian dan keteraturan (peace and order). Sebaliknya, AS menggambarkan dunia luar sebagai sesuatu yang negatif, yaitu bagian yang penuh kekerasan dan mengancam komunitas politiknya.
Dalam rangka melindungi diri dari ancaman dunia luar, AS cenderung meningkatkan kekuatan militernya. Akhirnya, untuk menghilangkan ancaman tersebut AS akan berperang. Kecenderungan ini adalah wujud dari terjadinya krisis penggambaran AS (representational crisis) terhadap lingkungan internasionalnya.
Gambaran AS tentang Iran
Rencana AS untuk menyerang Iran adalah akibat dari krisis reperentasi AS terhadap Iran. AS memandang Iran sebagai suatu komunitas politik yang berbeda dari dirinya. Dalam gambaran AS, Iran adalah negara yang menyimpang (deviant other), yang mengancam komunitas politiknya. Perasaan terancam yang dirasakan AS pada dasarnya tidak dalam bentuk ancaman militer, tetapi lebih pada ketakutan terhadap gambaran yang menakutkan dari komunitas poltik Iran, yang berbeda (an alternative mode of representation) dengan komunitas politik AS. AS yang menggambarkan komunitas politiknya demokratis dan penuh dengan kedamaian, merasa terancam oleh komunitas politik Iran yang dalam gambarannya tidak demokratis dan penuh dengan kekerasan.
Gambaran tentang Iran yang begitu buruk di mata AS, menyebabkannya melakukan tuduhan-tuduhan yang terus mendiskreditkan Iran. Mula-mula AS menuduh Iran sedang meproduksi senjata nuklir, kemudian melakukan intervensi di Irak. Namun tuduhan itu berkali-kali dibantah oleh Iran dengan menegaskan bahwa pengembangan nuklirnya ditujukan untuk keperluan sipil. Dan berdasarkan ketentuan di dalam Traktat Non-Proliperasi Nuklir (NPT) tindakan Iran tersebut adalah sesuatu yang sah. Salah satu ketentuan NPT menyatakan bahwa setiap negara anggota berhak mendayagunakan teknologi nuklir sipil. Seorang diplomat Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) bahkan menegaskan bahwa sebagian besar data yang diberikan intelijen AS, CIA, kepada IAEA mengenai persenjataan Iran terbukti tidak akurat dan gagal menunjukkan penemuan senjata pemusnah massal di negara tersebut (Kompas, 26/02/2007).

Fakta tersebut tetap tidak menyurutkan keinginan AS untuk memerangi Iran. Kini ketegangan antara AS-Iranpun semakin meningkat ketika Iran tetap menolak tuntutan AS dan negara-negara Uni Eropa untuk menghentikan program nuklirnya. Bahkan Iran telah mengabaikan ultimatum DK PBB untuk menghentikan aktivitas nuklirnya, yang batasnya telah lewat pada tanggal 21 Februari 2007. Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad berkali-kali menegaskan bahwa Iran akan terus mengembangkan nuklirnya. Dalam pernyataan terakhirnya Ia mengatakan bahwa program nuklir Iran tidak punya “persneling mundur”. Puncak dari kebuntuan itu adalah munculnya keinginan AS untuk melakukan serangan militer terhadap Iran.
Potensi Perang
Berbagai perundingan telah dilakukan antara Iran dengan AS dan negara-negara Uni Eropa untuk menyelesaikan krisis Iran. Namun sampai saat ini semuanya mengalami jalan buntu. Gambaran buruk tentang Iran telah menutup mata AS terhadap fakta-fakta yang diungkapkan oleh Iran dan IAEA bahwa tidak ada senjata nuklir di Iran. Jika dilihat fakta-fakta sebelum AS memerangi Irak, maka besar kemungkinan AS akan menyerang Irak.
Anggaran belanja AS meningkat dari US436,36 M pada tahun 2002 menjadi US558,42M pada tahun 2003, seiring dengan penyerangan AS terhadap Irak. Pada tahun 2007 ini jumlah anggaran belanja militer AS adalah US626,1 M, meningkat dari jumlah sebelumnya US571.6M.
Ketika AS berencana menyerang Irak, sebagian besar negara-negara di dunia menentangnya. Bahkan, tiga dari lima negara anggota tetap DK PBB yaitu Perancis, Rusia, dan Cina bersikeras menentang kehendak AS tersebut. Satu-satunya anggota tetap DK PBB yang mendukung AS hanya Inggris. Tidak ketinggalan pula Jerman, yang selama ini dianggap sebagai sekutu dekat AS pun menentang perang terhadap Irak
Kini, ketika AS berencana menyerang Iran, suara-suara yang menentang tidak kalah banyaknya. Bahkan Inggris yang merupakan satu-satunya anggota tetap DK PBB yang mendukung AS untuk memerangi Irak juga menentang AS.

0 comments:

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP